Senin, 29 November 2010

PROFIL RAYON PENCERAHAN GALILEO


Dalam pepatah Arab mengatakan “Syubhanul Yaum Rijaalul Ghoddi” Pemuda sekarang adalah Pemimpin Masa depan, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon “Pencerahan” Galileo, merupakan salah satu organisasi Mahasiswa Islam berbasis eksact “Sains dan Teknologi” yang mandiri yang secara struktural berada dibawah naungan PMII Komisariat Sunan Ampel UIN Malang, sedangakan hubungan dengan Nahdatul Ulama (NU) masih tetap terikat dalam bingkai garis Kultural. Pada awalnya kader-kader PMII yang ada pada jurusan tadris matematika dan biologi (yang pada saat itu keberadaannya masih dibawah naungan Rayon Chondrodhimuko/ Fakultas Tarbiyah) berinisiatif untuk memisahkan diri dengan Rayon condrodimuko karena sangat merasa belum maksimal dalam berfikir, bersikap,bertindak, beraktualisasi diri, serta menggali potensi diri secara mandiri,sekaligus dirasa kurang efektif dalam aktifitas pengkaderannya. disertai dengan prinsip pengembangan organisasi dengan sebuah Tujuan untuk membentuk Sebuah pribadi yang dengan segala kapasitas pribadinya terasah, kemudian mengarahkan semua kualitas pribadinya bagi kepentingan Masyarakat dan bangsa.
 Berangkat dari Latar belakang dan Kegelisahan di atas Serta besamaan dengan adanya pemisahan fakultas yang semula Matematika dan Biologi adalah jurusan tadris (pendidikan) dibawah Fakultas Tarbiyah menjadi jurusan murni di bawah Fakultas MIPA (yang sekarang berubah menjadi Fakultas Sains dan Teknologi). Akhirnya aspirasi dan inisiatif pembentukan Rayon  baru dibawa dalam sebuah Loka karya pengembangan organisasi (LPO) Komisariat Suanan Ampel Uin Malang periode 1999-2000, akhirnya setelah mendapat restu dari ketua Rayon Condrodhimuko (sahabat M. Quraisyi) sekaligus ketua komisariat (Sahabat Alamul Huda) pada saat itu, dideklarasikanlah berdirinya Rayon “Pencerahan” Galileo pada tanggal 10 Juni 2000 di gedung J-4 STAIN Malang (Sekarang menjadi gedung B UIN)
Sedangakan untuk nama Rayon sendiri sebelumnya dari kader-kader Biologi mengusulkan nama Ibnu Sina, karena dinilai memiliki disiplin keilmuwan yang paham dalam bidang kedokteran, selanjuntya kader-kader dari jurusan Matematika mengusulkan  Galileo yang di anggap sebagai Scientist yang dikenal dengan pola disiplin keilmuawnnya yang sekaligus secara konsensus di sepakati untuk di jadikan sebagai nama Rayon yang nantinya akan mewadahi semua kader Mipa pada saat itu.
Dalam keberadaannya sekaligus perjalanan sejarahnya Rayon” Pencerahan” Galileo sebagai wahana profesionalitas dan intelektualitas seta kaderisasi mahasiswa di lingkungan fakultas Saintek, telah mengalami 11 periodesasi pengurus yang pertama yakni Sahabat Herianto (2000-2001), Sahabat Khilwan Habibi (2001-2002), Sahabat Hendrik Ahyar (2002-2003), Sahabat Mubin Masduki(2003-2004), Sahabat Bambang Riadi (2004-2005). Sahabat Yusuf Afandi (2005-2006), Sahabat Agus Saifurrohim (2006-2007), Sahabat Ahmad Sadzily (2007-2008), Sahabat Barokat Anas Al-Hadi (2008-2009), Sahabat Arief Nurhandika(2009-2010), dan Sahabat M. Yasin Arif(2010-2011).
Sebagai salah satu organisasi kemahasiswaan Rayon “Pencerahan” Galileo  bergerak di bidang pengkaderan dan terus berusaha menjadi wahana aktualisasi serta untuk menggali potensi diri dalam dunia pergerakan dan dunia akademiknya untuk ‘Terbentuknya pribadi muslim yang bertaqwa kepada Allah swt. berbudi luhur, berilmu, cakap, dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia’.  (Visi Misi PMII ).
Rayon “Pencerahan” Galileo yang beranggotakan mahasiswa berbasis eksakta, Sebagian orang mengatakan mahasiswanya terkesan individualis dan  praktis. Karena hal yang demikianlah Rayon “Pencerahan” Galileo dituntut untuk berupaya membuka pola pikir warga eksakta menjadi warga eksak yang berpikiran luas, mempunyai paradigma kritis transformatif, profesional,ilmiah (positif) dan dinamis. dan mengaktualisasikan diri sebagai sebuah citra diri “Ulul Albab”. (Semoga sedikit pengetahuan diatas bermanfaat bagi Sahabat-Sahabati Mahasiwa).Amien
Wallahul Muwaffiq Ilaa Aqwamith Thorieq
Wassalamualaikum Wr. Wb

MARS GALILEO

Lihatlah malam tlah tiba
Aku kan jemput impian
Pagi esok kan ku bawa perubahan
Aku ragu dengan yang ada

Bersama kita berjuang
Meraih satu impian
Menuju sebuah pencerahan
Tinggalkan sang kegelapan

Hari ini gagal esok pasti menang
Karena pengalamanku telah bertambah
Dan akhirnya ku berhasil raih mimpiku
Meski tiada satupun yang mempercayaiku

PARADIGMA KRITIS TRANSFORMATIF PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA

A.    PROLOG
Paradigma merupakan sesuatu yang vital bagi pergerakan organisasi. Ia  merupakan titik pijak dalam membangun konstruks pemikiran dan cara memandang sebuah persoalan yang akan termanifestasikan dalam sikap dan perilaku organisasi.
Organisasi PMII selama ini belum memiliki paradigma yang secara definitif menjadi acuan gerakan. Cara pandang dan bersikap warga pergerakan selama ini mengacu pada Nilai Dasar Pergerakan (NDP). Karena tidak mengacu pada kerangka paradigmatik yang baku, sehingga warga pergerakan sering dihadapkan pada berbagai penafsiran atas nilai-nilai yang menjadi acuan yang akhirnya berujung pada terjadinya keberagaman pada cara pandang dan tafsir atas nilai tersebut.
Namun demikian, dalam masa kepengurusan sahabat Muhaimin Iskandar dan sahabat Syaiful Bahri Anshori secara faktual dan operasional ada karakteristik tertentu yang berlaku dalam warga pergerakan ketika hendak melihat, menganalisis, dan menyikapi sebuah persoalan yaitu sikap kritis dengan pendekatan teori kritis. Pada saat kepengurusan sahabat Muhaimin dilakukan eksplorasi gagasan dan penjelajahan teoritik untuk menyusun sebuah kerangka paradigmatik di PMII berdasarkan semangat jaman yang berkembang dikalangan warga PMII. Upaya itu diteruskan pada masa kepengurusan sahabat Syaiful hingga ditemukan konsep Paradigma Kritis Transformatif sebagai pilihan paradigmatik PMII.

B.     PENGERTIAN DAN DEFINISI PARADIGMA
Dalam khasanah ilmu sosial, G. Ritner memberi pengertian paradigma sebagai fundamental tentang apa yang menjadi pokok persoalan di dalam ilmu. Paradigma merupakan kesatuan konsensus yang terluas dalam suatu bidang ilmu dan membedakan antara kelompok ilmuwan satu dengan yang lainnya.
Berdasarkan pemikiran dan rumusan yang disusun para ahli sosiologi, maka pengertian paradigma dalam masyarakat PMII dapat dirumuskan sebagai titik pijak untuk menentukan cara pandang, menyusun sebuah teori, menyusun pertanyaan, dan membuat rumusan mengenai suatu masalah. Dengan kata lain paradigma merupakan titik tolak dalam mendekati objek kajiannya.




C.     PERAN DAN FUNGSI PARADIMA
Dalam ilmu sosial fungsi paradigma adalah untuk membangun suatu teori, guide dalam membangun suatu konstruk pemikiran dan menjadi titik pijak pandangan dalam melakukan analisis. Dengan demikian peran paradigma adalah sangat menentukan karena ia akan menjadi ciri dan karakteristik dari bangunan sebuah teori yang membedakannya dengan bangunan teori lainnya. Dapat dipahami, paradigma yang hendak dipilih PMII akan menjadi karakteristik dari komunitas PMII dalam memberikan analisis, memandang realitas dan menysusun konsep-konsep teoritik atau tentang berbagai persoalan yang ada dalam masyarakat.

D.     PILIHAN PARADIGMA PMII
Melihat realitas, yang ada dalam masyarakat dan sesuai tuntutan keadaan masyarakat PMII, baik secara sosiologis, politis dan antropologis maka PMII memilih Paradigma Kritis Transformatif sebagai pijakan gerakan organisasi.

E.     PARADIGMA KRITIS TRANSFORMATIF PMII
Dari penelusuran yang cermat atas Paradigma Kritis, terlihat bahwa paradigma kritis sepenuhnya merupakan proses pemikiran manusia. Dengan demikian ia adalah sekuler. Kenyataan ini yang membuat PMII dilematis, karena akan mendapat tuduhan sekuler jika pola tersebut diberlakukan. Untuk menghindari tudingan tersebut, Paradigma Kritis diberlakukan hanya sebatas sebagai kerangka berpikir dan metode analisis dalam memandang persoalan. Dengan sendirinya ia tidak akan dilepaskan dari ketentuan ajaran agama, sebaliknya ingin memfungsikan ajaran agama sebagaimana mestinya. Penerapan Paradigma Kritis tidak menyentuh hal-hal yang sifatnya sakral, tetapi pada persoalan profan. Dengan kata lain Paradigma Kritis PMII berupaya menegakkan sikap kritis dalam berkehidupan dengan menjadikan ajaran agama sebagai inspirasii yang hidup dan dinamis.
Sebagaimana dijelaskan diatas, Paradigma Kritis berupaya menegakkan harkat dan martabat manusia dari berbagai belenggu yang diakibatkan proses sosial yang bersifat profan. Kedua Paradigma Kritis melawan segala bentuk domiansi dan penindasan. Ketiga Paradigma Kritis membuka tabir dan selubung pengetahuan yang munafik dan hegemonik.
Paradigma Kritis sebenarnya berupaya membebaskan manusia dengan semangat dan ajaran agama yang lebih fungsional. Kalau Paradigma Kritis barat berdasarkan pada semangat revolusioner sekuler dan dorongan kepentingan sebagai dasar pijakan, sebaliknya paradigma kritis PMII justru menjadikan nilai-nilai agama yang terjebak dalam dogmatisme itu sebagai pijakan untuk membangkitkan sikap kritis melawan belenggu yang kadang disebabkan oleh pemahaman keagamaan yang distortif.
Dalam pandangan PMII, Paradigma Kritis saja tidak cukup untuk melakukan transformasi sosial, karena Paradigma Kritis hanya berhenti pada tataran metodologis konseptual untuk mewujudkan masyarakat yang komunikatif dan sikap kritis dalam memandang realitas. Sehingga perlu dilengkapi dengan perspektif perubahan. Untuk itu, Paradigma Kritis yang digunakan PMII adalah kritis yang mampu mewujudkan perubahan sehingga menjadi Paradigma Kritis Transformatif.
Dengan demikian Paradigma Kritis Transformatif dituntut untuk memiliki instrumen-instrumen gerak yang bisa digunakan oleh masyarakat PMII mulai dari ranah filosofis sampai praksis.

F.      DASAR PEMIKIRAN PMII MEMILIH PARADIGMA KRITIS TRANSFORMATIF
Pertama, masyrakat Indonesia saat ini sedang terbelenggu oleh nilai-nilai kapitalisme modern, dimana kesadaran masyarakat dikekang dan diarahkan pada satu titik yaitu budaya massa kapitalisme dan pola pikir positfistik modernisme.
Kedua, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, beragam baik secara etnis, tradisi maupun  kepercayaan. Kondisi seperti ini akan lebih tepat jika diterapkan Paradigma Kritis, karena paradigma ini akan memberikan tempat yang sama bagi individu maupun kelompok masyarakat untuk mngembangkan potensi diri dan kreatifitasnya secara maksimal.
Ketiga, sebagaimana kita ketahui selama pemerintah orde baru berjalan sebuah sistem politik yang represif dan otoriter dengan pola yang hegemonik. Untuk mengembangkan budaya dan memperkuat civil society dihadapan negara, maka Paradigma Kritis merupakan alternatif yantg tepat.
Keempat, selama pemerintahan yang menggunakan paradigma keteraturan (order paradigm) dengan teori-teori modern yang direpresentasikan melalui ideologi developmentalisme, massa NU termasuk didalamnya PMII, dimarginalisasikan secara total. Dalam suasana demikian secara sosiologis massa NU akan sulit berkembang karena tidak memiliki akses yang memadai untuk mengembangkan dan mengimplementasikan kreatifitas dan potensinya. Untuk mendobrak kejumudan yang ada, maka diperlukan Paradigma Kritis.
Kelima, disamping terbelenggu sistem sosial politik yang dilakukan negara dan sistem kapitalisme global yang terjadi sebagai akibat perkembangan situasi, faktor yang secara spesifik terjadi dikalangan PMII adalah kuatnya belenggu dogmatisme agama dan tradisi. Karena hal ini, secara tidak sadar telah terjadi berbagai pemahaman yang distortif mengenai ajaran dan fungsi agama. Terjadi dogmatisasi agama, sehingga kita tidak bisa membedakan mana yang dogma dan mana yang pemikiran terhadap dogma. Dalam upaya mengembalikan fungsi dan ajaran agama, maka diperlukan adanya dekonstruksi pemahaman keagamaan dan hal ini hanya mungkin dilakukan dengan Paradigma Kritis.



MEMAHAMI SEJARAH DAN MAKNA FILOSOFIS PMII

ø Historisitas PMII

PMII, atau yang disingkat dengan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (Indonesian Moslem Students Movement), dalam bahasa jawanya adalah Anak Cucu organisasi NU yang lahir dari rahim Departemen perguruan Tinggi IPNU.
Lahirnya PMII bukannya berjalan mulus, banyak sekali hambatan dan rintangan. Hasrat mendirikan organisasi NU sudah lama bergolak. namun pihak NU belum memberikan green light. Belum menganggap perlu adanya organisasi tersendiri buat mewadahi anak-anak NU yang belajar di perguruan tinggi. melihat fenomena yang ini, kemauan keras anak-anak muda itu tak pernah kendur, bahkan semakin berkobar-kobar saja dari kampus ke kampus. hal ini bisa dimengerti karena, kondisi sosial politik pada dasawarsa 50-an memang sangat memungkinkan untuk lahirnya organisasi baru. Banyak organisasi Mahasiswa bermunculan dibawah naungan  payung induknya. misalkan saja HMI yang dekat dengan Masyumi, SEMI dengan PSII, KMI dengan PERTI, IMM dengan Muhammadiyah dan Himmah yang bernaung dibawah Al-Washliyah. Wajar saja jika kemudiaan anak-anak NU ingin mendirikan wadah tersendiri dan bernaung dibawah panji bintang sembilan, dan benar keinginan itu kemudian diwujudkan dalam bentuk IMANU (Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama) pada akhir 1955 yang diprakarsai oleh beberapa tokoh pimpinan pusat IPNU.
Namun IMANU tak berumur panjang, dikarenakan PBNU menolak keberadaannya. ini bisa kita pahami kenapa Nu bertindak keras. sebab waktu itu, IPNU baru saja lahir pada 24 Februari 1954. Apa jadinya jika organisasi yang baru lahir saja belum terurus sudah menangani yang lain? hal ini logis seakli. Jadi keberatan NU bukan terletak pada prinsip berdirinya IMANU ( PMII ), tetapi lebih pada pertimbangan waktu, pembagian tugas dan efektifitas organisasi.
Oleh karenanya, sampai pada konggres IPNU yang ke-2 (awal 1957 di pekalongan) dan ke-3 (akhir 1958 di Cirebon). NU belum memandang perlu adanya wadah tersendiri bagi anak-anak mahasiswa NU. Namun kecenderungan ini nsudah mulai diantisipasi dalam bentuk kelonggaran menambah Departemen Baru dalam kestrukturan organisasi IPNU, yang kemudian dep[artemen ini dikenal dengan Departemen Perguruan Tinggi IPNU.    
Dan baru setelah konferensi Besar IPNU (14-16 Maret 1960 di kaliurang), disepakati untuk mendirikan wadah tersendiri bagi mahsiswa NU, yang disambut dengan berkumpulnya tokoh-tokoh mahasiswa NU yang tergabung dalam IPNU, dalam sebuah musyawarah selama tiga hari(14-16 April 1960) di Taman Pendidikan Putri Khadijah(Sekarang UNSURI) Surabaya. Dengan semangat membara, mereka membahas nama dan bentuk organisasi yang telah lama mereka idam-idamkan.
Bertepatan dengan itu, Ketua Umum PBNU KH. Idam Kholid  memberikan lampu hijau. Bahkan memberi semangat pada mahasiswa NU agar mampu menjadi kader partai, menjadi mahasiswa yang mempunyai prinsip: Ilmu untuk diamalkan dan bukan ilmu untuk ilmu…maka, lahirlah organisasi Mahasiswa dibawah naungan NU  pada tanggal 17 April 1960. Kemudian organisasi itu diberi nama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ( PMII ).
Disamping latar belakang lahirnya PMII seperti diatas, sebenarnya pada waktu itu anak-anak NU yang ada di organisasi  lain seperti HMI merasa tidak puas atas pola gerak HMI. Menurut mereka ( Mahasiswa NU ) , bahwa HMI sudah berpihak pada salah satu golongan  yang kemudian ditengarai bahwa HMI adalah anderbownya partai Masyumi, sehinggga wajar kalau mahasiswa NU  di HMI juga mencari alternatif lain. Hal ini juga diungkap oleh Deliar Nur ( 1987 ), beliau mengatakan bahwa PMII merupakan cermin ketidakpuasan sebagian mahasiswa muslim terhadap HMI, yang dianggap bahwa HMI dekat dengan golongan modernis ( Muhammadiyah ) dan dalam urusan politik lebih dekat dengan Masyumi.
      Dari paparan diatas bisa ditarik kesimpulan atau pokok-pokok pikiran dari makna dari kelahiran PMII:
¨Bahwa PMII karena ketidakmampuan Departemen PT IPNU dlm menampung aspirasi anak muda NU yang ada di PT.
¨PMII lahir dari rekayasa politik sekelompok mahasiswa muslim  ( NU ) untuk mengembangkan kelembagaan politik menjadi underbow NU dalam upaya merealisasikan aspirasi politiknya.
¨PMII lahir dalam rangka mengembangkan paham Ahlussunah Waljama’ah dikalangan mahasiswa.
¨Bahwa PMII lahir dari ketidakpuasan mahasiswa NU yang saat itu ada di HMI, karena HMI tidak lagi mempresentasikan paham mereka  ( Mahasiswa NU ) dan HMI ditengarai lebih dekat dengan partai MASYUMI.
¨Bahwa lahirnya PMII merupakan wujud kebebasan berpikir, artinya sebagai mahasiswa harus menyadari sikap menentukan kehendak sendiri atas dasar pilihan sikap dan idealisme yang dianutnya.
Dengan demikian ide dasar pendirian PMII adalah murni dari anak-anak muda NU sendiri Bahwa kemudian harus bernaung dibawah panji NU itu bukan berarti sekedar pertimbangan praktis semata, misalnya karena kondisi pada saat itu yang memang nyaris menciptakan iklim dependensi sebagai suatu kemutlakan. Tetapi, keterikatan PMII kepada NU memang sudah terbentuk dan sengaja dibangun atas dasar kesamaan nilai, kultur, akidah, cita-cita dan bahkan pola berpikir, bertindak dan berperilaku.
Kemudian PMII harus mengakui dengan tetap berpegang teguh pada sikap Dependensi timbul berbagai pertimbangan menguntungkan atau tidak dalam bersikap dan berperilaku untuk sebuah kebebasan menentukan nasib sendiri.
Oleh karena itu haruslah diakui, bahwa peristiwa besar dalam sejarah PMII adalah ketika dipergunakannya istilah Independent dalam deklarasi Murnajati tanggal 14 Juli 1972 di Malang dalam MUBES III PMII, seolah telah terjadi pembelahan diri anak ragil NU dari induknya.
Sejauh pertimbangan-pertimbangan yang terekam dalam dokumen historis, sikap independensi itu tidak lebih dari dari proses pendewasaan. PMII sebagai generasi muda bangsa yang ingin lebih eksis dimata masyarakat bangsanya. Ini terlihat jelas dari tiga butir pertimbangan yang melatar belakangi sikap independensi PMII tersebut.
Pertama, PMII melihat pembangunan dan pembaharuan mutlak memerlukan insan-insan Indonesia yang berbudi luhur, taqwa kepada Allah SWT, berilmu dan cakap serta tanggung jawab, bagi keberhasilan pembangunan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat. Kedua, PMII selaku generasi muda indonesia sadar akan perannya untuk ikut serta bertanggungjawab, bagi keberhasilan pembangunan yang dapat dinikmati secar merata oleh seluruh rakyat. Ketiga, bahwa perjuangan PMII yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan idealisme sesuai deklarasi tawangmangu, menuntut berkembangnya sifat-sifat kreatif, keterbukaan dalam sikap, dan pembinaan rasa tanggungjawab.
Berdasarkan pertimbangan itulah, PMII menyatakan diri sebagai organisasi Independent, tidak terikat baik sikap maupun tindakan kepada siapapun, dan hanya komitmen terhadap perjuangan organisasi dan cita-cita perjuangan nasional yang berlandaskanPancasila.
ø Identitas dan citra diri PMII
            APA itu identitas PMII, seperti empat huruf kata 'PMII', yaitu Suatu wadah atau perkumpulan organisasi kemahasiswaan dengan label 'Pergerakan' yang Islam dan Indonesia yang mempunyai tujuan:
Terbentuknya Pribadi Muslim Indonesia Yang;
(1)   Bertaqwa kepada Allah swt
(2)   Berbudi luhur
(3)   Berilmu
(4)   Cakap, dan
(5)   Bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya. (Bab IV AD PMII)
Menuju capaian ideal sebagai mahluk Tuhan, sebagai ummat yang sempurna, yang kamil, yaitu mahluk Ulul Albab.
Kata 'Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia' jika diudar lebih lanjut adalah:
1.      Pergerakan bisa didefinisikan sebagai 'lalu-lintas gerak', gerak dalam pengertian fisika adalah perpindahan suatu titik dari ordinat A ke ordinat B. Jadi 'Pergerakan' melampaui 'gerak' itu sendiri, karena pergerakan berarti dinamis, gerak yang terus-menerus. Ilustrasinya demikian, Misalnya seorang Alexandro Nesta menendang bola, mengarahkannya kepada Zambrotta, itu berarti suatu gerakan bola dari Nesta ke Zambrotta (hanya itu). Bandingkan, Nesta menendang bola ke Zambrotta, lalu mengoperkan bola itu kepada Vieri, dengan trik cantik Vieri menendang bola persis di pojok atas kanan gawang dan …… Itu yang namanya pergerakan bola. Kesimpulannya,  pergerakan meniscayakan dinamisasi, tidak boleh stagnan (berhenti beraktivitas) dan beku, beku dalaam pengertian kaku, tidak kreatif-inovatif. Prasyarat kreatif-inovatif adalah kepekaan dan kekritisan, dan kekritisan butuh kecerdasan.
Kenapa 'Pergerakan' bukan 'Perhimpunan'?, kalau berhimpun terus kapan bergeraknya….. Artinya bahwa, 'pergerakan' bukan hanya menerangkan suatu perkumpulan/organisasi tetapi juga menerangkan sifat dan karakter organisasi itu sendiri.
2.      Mahasiswa adalah sebutan orang-orang yang sedang melakukan studi di perguruan tinggi, dengan predikat sebutan yang melekat, mahasiswa sebagai 'wakil' rakyat, agen perubahan, komunitas penekan terhadap kebijaakan penguasa dll
3.      Islam, Agama Islam yang dijadikan basis landasam sekaligus identitas bahwa PMII adalah organisasi mahasiswa yang berlandaskan agama. Karenanya jelas bahwa rujukan PMII adalah kitab suci agama Islam ditambah dengan rujukan selanjutnya, sunnah nabi dan para sahabat, yang itu terangkum dalam pemahaman jumhur, yaitu ahlussunnah waljama'ah. Jadi Islam ala PMII adalah Islam yang mendasarkan diri pada aswaja --dengan varian didalamnya-- sebagai landasan teologis (keyakinan keberagamaan).
4.      Indonesia. Kenapa founding fathers PMII memasukkan kata 'Indonesia' pada organisasi ini, tidak lain untuk menunjukkan sekaligus mengidealkan PMII sebagai organisasi kebangsaan, organisasi mahasiswa yang berpandangan nasionalis, punya tanggung-jawab kebangsaan, kerakyataan dan kemanusiaan. Juga tidak tepat jika PMII hanya dipahami sebagai organisasi keagamaan semata. Jadi keislaman dan keindonesiaan sebagai landasan PMII adalah seimbang.
(kalo' mencari organisasi mahasiswa yang nasionalis dan agamis maka pilihan itu jatuh pada PMII)

Jadi PMII adalah pergerakan mahasiswa yang Islam dan yang Indonesia,  yang mendasarkan pada agama Islam dan sejarah, cita-cita kemerdekan dan laju perjalanan bangsa ini kedepan.
Islam-Indonesia (dua kata digabung)  juga bisa dimaknai Islam yang bertransformasi ke ranah Nusantara/Indonesia, Islam Indonesia adalah Islam lokal --bukan Islam Arab secara persis--, tapi nilai universalitas Islam atau prinsip nilai Islam yang 'bersinkretisme' dengan budaya nusantara menjadi Islam Indonesia. Ini adalah karakter Islam PMII yang sejalan dengan ajaran aswaja.
Kesimpulaan:
Identitas PMII adalah Keislaman dan Keindonesia (kebangsaan)
Kata Kunci: Pergerakan, Mahasiswa, Islam, dan Indonesia

ø Seputar ideologi PMII
Pada paruh kedua abad kemarin dan gaungnya hingga hari ini (digarahi oleh kelompok intelektual 'kiri' Eropa yang mendasari new-left movement yang terkenal itu, sebut saja; kelompok madhab frankfurt, TW Adorno, Jurgen Habermas bahwa perdebatan mengenai ideologi masih mempunyai ruang, terlebih ideologi menuai kritik dan evaluasi terhadapnya. Kritik itu seputar perannya sebagai 'wadah' atau 'tempat'  kebenaraan atau bahkan sebagai 'sumber' kebenaran itu sendiri, yang disatu sisi dinilai sebagai pencerah ummat tetapi disisi lain sebagai alat hegemoni ummat.
Ideologi memang dianggaab sebaagaai laandasan kebenaaran yang paling fundaamental (mendasar) makanya tidak terlalu salah bila ddisebut sumber kebenaran sebagai ruh dari operasi praksis kehidupan. Tetapi dalam prosesnya kemudiaan ideologi ada tidak bebas dari kepentingan --prinsip peng-ada-an; sesuatu materi diciptakan/diadakan pasti punya maksud dan tujuan--, ironisnya kepentingan yang pada awalnya untuk kebaikan sesama tanpa ada pengistemewaan/pengklasifikasian kemudian berubah menjadi milik segolongan tertentu. Hasilnya ideologi menjadi tameng kebenaraan ummat tertentu, digunakan untuk tujuan-tujuan yang tidak selayaknya, tujuaan 'hanya kekuasaan' misalnya. Maka dalam konteks ini ideologi mendapat serangan habis-habisan.
Tanpa bermaksud memutus perdebatan sosiologi pengetahuan seperti diatas, Ideologi akan tetap memiliki ummat, ideologi masih memiliki pengikut tatkala ia masih rasional masih kontekstual tidak pilih kasih (diskriminatif) tidak menindas sehingga layak dijadikan sumber kebenaran, ketika peran itu masih melekat niscaya ideologi masih diperlukan.
Dibawa dalam ranah PMII, ideologi PMII digali dari sumbernya --yang pada pembicaraan sebelumnya disebut sebagai identitas PMII-- yaitu keislaman dan keindonesiaan. Sublimasi atau perpaduan antara dua unsur diatas menjadi rumusan materi yang terkandung dalam Nilai Dasar Pergerakan PMII, ya semacam qonun azasi di PMII atau itu tadi yang disebut... Ideologi. NDP berisi rumusan ketauhidan, pengyakinan kita terhadap Tuhan. Bentuk pengyakinan itu terletak dari pola relasi/hubungan antar komponen di alam ini, pola hubungan antara mikrokosmos dan makrokosmos, antara Tuhan dan manusia, antar manusia dan antara manusia dengan sekelilingnya.
Jadi kesimpulaan yang bisa diambil adalah:
(1)   Ideologi masih relevan dijadikan sebagai rujukan kebenaran
(2)   Ideologi PMII terangkum (terwujud) dalam rumusan Nilai Dasar Pergerakan (NDP) yang merupakan sublimasi keislaman dan keindonesiaan

ø Landasan Teologis dan Filosofis PMII
Landasan filosofis dan teosofis PMII sebenarnya tergali dalam rumusan NDP dan turunannya kebawah. Artinya bahwa NDP dibangun atas dasar dua sublimasi besar yaitu ke-Islaman dan ke-Indonesiaan.
Sublimasi ke-Islaman berpijak dari kerangka paradikmatik bahwa Islam memiliki kerangka besar yang universal, transendental, trans-historis dan bahkan trans-personal. Universalisme atau variasi-variasi identitas Islam lainnya yang dimaksud bermuara pada satu gagasan besar, bagaimana membangun masyarakat yang berkeadilan.
Namun, harus disadari bahwa sungguhpun Islam memiliki universalitas atau yang lainnya, ia juga menampakkan diri sebagai entitas dengan identitas sangat kultural, antropologis, historis, sosiologis dan bahkan politis.
Dua gambaran tentang Islam yang paradoks ----atau minimal kontra produktif dan bahkan saling berbinary opposition--- menghadapkan believer pada tingkat minimal untuk melakukan human exercise bagaimana Islam dalam identitas yang ganda itu mampu disandingkan, dan bahkan dileburkan menjadi satu identitas besar, rahmatan lil alamin.
Dari sini, mengharuskan PMII untuk mengambil inisiatif dengan menempatkan Islam sebagai salah satu sublimasi identitas kelembagaan. Ini berarti, PMII  menempatkan Islam sebagai landasan teologis untuk dengan tetap meyakini universalitas, transhistoris dan bahkan transpersonalnya. Lebih dari itu, Keyakinan teologis tersebut tidak semata-mata ditempatkan sebagai landasan normatifnya, melainkan disertai upaya bagaimana Islam teologis itu mampu menunjukkan dirinya dalam dunia riel. Ini berarti, PMII akan selalu menempatkan Islam sebagai landasan normatif yang akan selalu hadir dalam setiap gerakan-gerakan sosial dan keagaamaan yang dimilikinya.
Selain itu, PMII sebagai konstruksi besar juga begitu menyadari bahwa ia tidaklah hadir dalam ruang hampa, kosong, berada diawang-awang dan jauh dari latar  sosial dan bahkan politik. Tetapi, ia justru hadir dan berdiam diri dalam satu ruang identitas besar, Indonesia dengan berbagai kemajemukan watak kulturalnya, sosiologis dan hingga antropologisnya.
Oleh karena, identitas diri yang tak terpisahkan dengan identitas besar Indonesia mengharuskan PMII untuk selalu menempatkan identitas besar itu menjadi salah satu sublimasi selain ke-Islaman.
Penempataan itu berarti menempatkan PMII sebagai institusi besar yang harus selalu melakukan pembacaan terhadap lingkungan besarnya, "Indonesia". Hal ini dalam rangka membangun aksi-aksi sosial, kemasyarakatan, dan kebangsaan yang selalu relevant, realistik, dan transformatik.
Dua penjelasan kaitannya dengan landasan sublimatif PMII diatas, dapat ditarik kedalam satu konstruksi besar bahwa PMII dalam setiap bangunan gerakan dan institusionalnya tetap menghadirkan identitas teologisnya, identitas Islam. Tetapi, lebih dari itu, landasan teologis Islam justru dihadirkan bukan hanya sebatas dalam bentuk pengaminan secara verbal dan normatif, melainkan bagaimana landasan teologis ini menjadi transformable dalam setiap gerakan dan aksi-aksi institusionalnya. Dengan begitu, mau tidak mau PMII harus mempertimbangkan tempat dimana ia lahir, berkembang, dan melakukan eksistensi diri, tepatnya ruang ke-Indonesiaan. Yang berarti, secara kelembagaan PMII harus selalu mempertimbangkan gambaran utuh konstruksi besar Indonesia dalam membangun setiap aksi-aksi kelembagaanya.
Endingnya, proses yang runut transformasi landasan teologis Islam dan konstruksi besar ke-Indonesia-an sebagai medium pembacaan objektifnya, maka akan muncul citra diri kader atau citra diri institusi yang ulil albab. Citra diri yang tidak hanya semata-mata menampilkan diri secara personal sebagai manusia beriman yang normatif dan verbalis, melainkan juga sebagai believer kreatif dan membumi-kontekstual. Citra diri personal ini secara langsung akan mengujudkan PMII secara kelembagaan sebagai entitas besar yang juga ulil albab.

Kesimpulan:
1.      Landasan teologis PMII adalah Islam-Keindonesiaan.
2.      Identitas filosofis PMII adalah citra diri yang dibangun melalui Islam sebagai teologi transformatif dan Ruang ke-Indonesia-an sebagai media pembacaan objektif.
3.      Tranformasi dua hal, landasan teologis dan identitas filosofis akan berakhir dengan tampilnya  identitas personal dan kelembagaan yang ulil albab.





 

CITRA DIRI MAHLUK ULUL ALBAB
Kader PMII Dapat Mewujudkan:
TRI MOTTO: DZIKIR FIKIR AMAL SHOLEH
TRI KHIDMAD: TAQWA INTELEKTUAL PROFESIONAL
TRI KOMITMEN: KEBENARAN KEJUJURAN KEADILAN


ø Landasan Filosofis Lambang PMII

Pencipta lambang        : H. Said Budairy

I.       Bentuk
ø  Perisai berarti ketahanan dan keampuhan mahasiswa islam terhadap berbagai tantangan dan pengaruh dari luar.
ø  Bintang adalah perlambang ketinggian dan semangat cita-cita yang selalu memancar.
ø  5 (lima) bintang sebelah atas, menggambarkan Rasulullah dengan empat sahabat terkemuka (Khulafa’ur Rasyidin)
ø  4 (empat) bintang sebelah bawah menggambarkan empat madzhab yang berhaluan Ahlussunnah Wal Jama’ah.
ø  9 (sembilan) bintang secara keseluruhan dapat berarti ganda, yaitu:
a.       Rasulullah dengan empat orang sahabatnya serta empat imam madzhab ASWAJA itu laksana bintang yang selalu bersinar cemerlang, mempunyai kedudukan tinggi dan penerang umat manusia.
b.      Sembilan bintnag juga menggambarkan sembilan orang pemuka penyebar Agama Islam di Indonesia yang disebut Wali Songo.
II.    Warna
ø  biru, sebagaimana tulisan PMII, berarti kedalaman ilmu pengetahuan yang harus dimiliki dan digali oleh warga pergerakan, biru juga menggambarkan lautan Indonesia yang mengelilingi kepulauan Indonesia dan merupakan kesatuan wawasan nusantara.
ø  Biru muda, sebagaimana dasar perisai sebelah bawah berarti ketinggian ilmu, budi pekerti dan taqwa.
ø  kuning, sebagaimana perisai sebelah atas, berarti identitas mahasiswa yang menjadi sifat dasar pergerakan, lambang kebesaran dan semangat yang selalu menyala serta penuh harapan menyongsong masa depan.  
Wallahul muwafiq, ila aqwamitthariq
Tangan terkepal maju kemuka...