Senin, 29 November 2010

PARADIGMA KRITIS TRANSFORMATIF PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA

A.    PROLOG
Paradigma merupakan sesuatu yang vital bagi pergerakan organisasi. Ia  merupakan titik pijak dalam membangun konstruks pemikiran dan cara memandang sebuah persoalan yang akan termanifestasikan dalam sikap dan perilaku organisasi.
Organisasi PMII selama ini belum memiliki paradigma yang secara definitif menjadi acuan gerakan. Cara pandang dan bersikap warga pergerakan selama ini mengacu pada Nilai Dasar Pergerakan (NDP). Karena tidak mengacu pada kerangka paradigmatik yang baku, sehingga warga pergerakan sering dihadapkan pada berbagai penafsiran atas nilai-nilai yang menjadi acuan yang akhirnya berujung pada terjadinya keberagaman pada cara pandang dan tafsir atas nilai tersebut.
Namun demikian, dalam masa kepengurusan sahabat Muhaimin Iskandar dan sahabat Syaiful Bahri Anshori secara faktual dan operasional ada karakteristik tertentu yang berlaku dalam warga pergerakan ketika hendak melihat, menganalisis, dan menyikapi sebuah persoalan yaitu sikap kritis dengan pendekatan teori kritis. Pada saat kepengurusan sahabat Muhaimin dilakukan eksplorasi gagasan dan penjelajahan teoritik untuk menyusun sebuah kerangka paradigmatik di PMII berdasarkan semangat jaman yang berkembang dikalangan warga PMII. Upaya itu diteruskan pada masa kepengurusan sahabat Syaiful hingga ditemukan konsep Paradigma Kritis Transformatif sebagai pilihan paradigmatik PMII.

B.     PENGERTIAN DAN DEFINISI PARADIGMA
Dalam khasanah ilmu sosial, G. Ritner memberi pengertian paradigma sebagai fundamental tentang apa yang menjadi pokok persoalan di dalam ilmu. Paradigma merupakan kesatuan konsensus yang terluas dalam suatu bidang ilmu dan membedakan antara kelompok ilmuwan satu dengan yang lainnya.
Berdasarkan pemikiran dan rumusan yang disusun para ahli sosiologi, maka pengertian paradigma dalam masyarakat PMII dapat dirumuskan sebagai titik pijak untuk menentukan cara pandang, menyusun sebuah teori, menyusun pertanyaan, dan membuat rumusan mengenai suatu masalah. Dengan kata lain paradigma merupakan titik tolak dalam mendekati objek kajiannya.




C.     PERAN DAN FUNGSI PARADIMA
Dalam ilmu sosial fungsi paradigma adalah untuk membangun suatu teori, guide dalam membangun suatu konstruk pemikiran dan menjadi titik pijak pandangan dalam melakukan analisis. Dengan demikian peran paradigma adalah sangat menentukan karena ia akan menjadi ciri dan karakteristik dari bangunan sebuah teori yang membedakannya dengan bangunan teori lainnya. Dapat dipahami, paradigma yang hendak dipilih PMII akan menjadi karakteristik dari komunitas PMII dalam memberikan analisis, memandang realitas dan menysusun konsep-konsep teoritik atau tentang berbagai persoalan yang ada dalam masyarakat.

D.     PILIHAN PARADIGMA PMII
Melihat realitas, yang ada dalam masyarakat dan sesuai tuntutan keadaan masyarakat PMII, baik secara sosiologis, politis dan antropologis maka PMII memilih Paradigma Kritis Transformatif sebagai pijakan gerakan organisasi.

E.     PARADIGMA KRITIS TRANSFORMATIF PMII
Dari penelusuran yang cermat atas Paradigma Kritis, terlihat bahwa paradigma kritis sepenuhnya merupakan proses pemikiran manusia. Dengan demikian ia adalah sekuler. Kenyataan ini yang membuat PMII dilematis, karena akan mendapat tuduhan sekuler jika pola tersebut diberlakukan. Untuk menghindari tudingan tersebut, Paradigma Kritis diberlakukan hanya sebatas sebagai kerangka berpikir dan metode analisis dalam memandang persoalan. Dengan sendirinya ia tidak akan dilepaskan dari ketentuan ajaran agama, sebaliknya ingin memfungsikan ajaran agama sebagaimana mestinya. Penerapan Paradigma Kritis tidak menyentuh hal-hal yang sifatnya sakral, tetapi pada persoalan profan. Dengan kata lain Paradigma Kritis PMII berupaya menegakkan sikap kritis dalam berkehidupan dengan menjadikan ajaran agama sebagai inspirasii yang hidup dan dinamis.
Sebagaimana dijelaskan diatas, Paradigma Kritis berupaya menegakkan harkat dan martabat manusia dari berbagai belenggu yang diakibatkan proses sosial yang bersifat profan. Kedua Paradigma Kritis melawan segala bentuk domiansi dan penindasan. Ketiga Paradigma Kritis membuka tabir dan selubung pengetahuan yang munafik dan hegemonik.
Paradigma Kritis sebenarnya berupaya membebaskan manusia dengan semangat dan ajaran agama yang lebih fungsional. Kalau Paradigma Kritis barat berdasarkan pada semangat revolusioner sekuler dan dorongan kepentingan sebagai dasar pijakan, sebaliknya paradigma kritis PMII justru menjadikan nilai-nilai agama yang terjebak dalam dogmatisme itu sebagai pijakan untuk membangkitkan sikap kritis melawan belenggu yang kadang disebabkan oleh pemahaman keagamaan yang distortif.
Dalam pandangan PMII, Paradigma Kritis saja tidak cukup untuk melakukan transformasi sosial, karena Paradigma Kritis hanya berhenti pada tataran metodologis konseptual untuk mewujudkan masyarakat yang komunikatif dan sikap kritis dalam memandang realitas. Sehingga perlu dilengkapi dengan perspektif perubahan. Untuk itu, Paradigma Kritis yang digunakan PMII adalah kritis yang mampu mewujudkan perubahan sehingga menjadi Paradigma Kritis Transformatif.
Dengan demikian Paradigma Kritis Transformatif dituntut untuk memiliki instrumen-instrumen gerak yang bisa digunakan oleh masyarakat PMII mulai dari ranah filosofis sampai praksis.

F.      DASAR PEMIKIRAN PMII MEMILIH PARADIGMA KRITIS TRANSFORMATIF
Pertama, masyrakat Indonesia saat ini sedang terbelenggu oleh nilai-nilai kapitalisme modern, dimana kesadaran masyarakat dikekang dan diarahkan pada satu titik yaitu budaya massa kapitalisme dan pola pikir positfistik modernisme.
Kedua, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, beragam baik secara etnis, tradisi maupun  kepercayaan. Kondisi seperti ini akan lebih tepat jika diterapkan Paradigma Kritis, karena paradigma ini akan memberikan tempat yang sama bagi individu maupun kelompok masyarakat untuk mngembangkan potensi diri dan kreatifitasnya secara maksimal.
Ketiga, sebagaimana kita ketahui selama pemerintah orde baru berjalan sebuah sistem politik yang represif dan otoriter dengan pola yang hegemonik. Untuk mengembangkan budaya dan memperkuat civil society dihadapan negara, maka Paradigma Kritis merupakan alternatif yantg tepat.
Keempat, selama pemerintahan yang menggunakan paradigma keteraturan (order paradigm) dengan teori-teori modern yang direpresentasikan melalui ideologi developmentalisme, massa NU termasuk didalamnya PMII, dimarginalisasikan secara total. Dalam suasana demikian secara sosiologis massa NU akan sulit berkembang karena tidak memiliki akses yang memadai untuk mengembangkan dan mengimplementasikan kreatifitas dan potensinya. Untuk mendobrak kejumudan yang ada, maka diperlukan Paradigma Kritis.
Kelima, disamping terbelenggu sistem sosial politik yang dilakukan negara dan sistem kapitalisme global yang terjadi sebagai akibat perkembangan situasi, faktor yang secara spesifik terjadi dikalangan PMII adalah kuatnya belenggu dogmatisme agama dan tradisi. Karena hal ini, secara tidak sadar telah terjadi berbagai pemahaman yang distortif mengenai ajaran dan fungsi agama. Terjadi dogmatisasi agama, sehingga kita tidak bisa membedakan mana yang dogma dan mana yang pemikiran terhadap dogma. Dalam upaya mengembalikan fungsi dan ajaran agama, maka diperlukan adanya dekonstruksi pemahaman keagamaan dan hal ini hanya mungkin dilakukan dengan Paradigma Kritis.



1 komentar:

  1. Paradigma ini, bisa gak berlaku di lingkungan pesantren atau pun di lingkungan masyarakat awam...? tolong jelaskan dengan detail terkait masalah ini..............?
    saya dari Anggota PMII cabang Komisariat Umar tamim Jombang,,,,,,,,,,,,,,?

    BalasHapus